Home » » WANITA DAN FALSAFAH BAHASANYA

WANITA DAN FALSAFAH BAHASANYA

Written By Syarikat Islam Indonesia (SMD) on Jumat, 25 Januari 2013 | 01.48

Dilihat dari segi bahasanya, kata “im-ro-ah” bersaudara atau satu rumpun dengan kata “mir-aah”. Im-ro-ah bermakna wanita sedang mir-aah bermakna cermin. Lantas apa hubungannya wanita dengan cermin? ternyata hubungan keduanya saling berdekatan. Dalam kesusastraan Arab dikatakan, bahwa setiap kata yang berasal dari rumpun yang sama maka kedua kata itu bermakna satu. Karena itu kedua kata diatas memberikan  satu arti, bahwa wanita adalah cermin suatu keadaan (generasi).


Disebut cermin karena sifatnya mampu merefleksikan kepribadian. Mampu memberikan gambaran suatu kondisi/keadaan. Sifat ini dijelaskan dalam sabda Nabi sebagai berikut :

“wanita itu adalah tiang Negara. Bila baik wanitanya maka baiklah Negara dan bila buruk wanitanya maka buruk pula Negara”.


Sehingga dalam konteks ini, baik dan buruknya suatu Negara ditentukan oleh generasi bagaimana yang dihasilkan. Bila wanita di Negara itu baik maka generasi yang dihasilkan itu pun akan baik dan otomatis Negara itupun akan menjadi baik. Sebaliknya bila wanita di Negara itu buruk/jahat maka generasi yang akan dihasilkannya pun akan buruk maka otomatis keadaan Negara itupun menjadi buruk, jadi baik dan buruknya suatu generasi tergantung kepada wanitanya. Inilah hakikat “cermin” yang dimaksudkan itu.


Standar Penilaian.


Baik buruknya suatu penilaian haruslah kembali kepada suatu standar. Standar itu adalah wahyu yang merupakan produk dari suatu sumber yang serba Maha. Lantas dari sudut manakah wahyu menilai baik dan buruknya seorang wanita ? untuk menjawab pertanyaan itu perlu kiranya kita memahami hakekat “wanita” itu sendiri.


Tinjauan lughoh.


Ditinjau dari sumber aslinya dalam bahasa Arab “wanita” ditandai atau dicirikan dengan huruf taa dibelakang kata. Jika ia seorang diri maka taa’ yang di pakai adalah taa marbuthoh yaitu taa’ yang tertutup.ini memberi arti bahwa wanita yang baik itu adalah wanita yang selalu menjaga diri dan kehormatannya, senantiasa menghijab mata dan hatinya, membatasi langkah kakinya serta menutup anggota tubuhnya dengan jilbab islami. Qur’an yang menjelaskan figur wanita yang baik seperti dilukiskan dalam ayat berikut :


“dan ceritakanlah (kisah) maryam di dalam al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma dihadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. (QS.maryam 16-1 7)


Siti Maryam yang disebut dalam ayat diatas adalah figur wanita Islam yang telah menjaga diri dan kehormatannya dari kedatangan tamu laki-laki yang tak dikenalnya.  Wanita yang baik tidak akan memberi peluang sedikitpun bagi laki-laki asing untuk menyentuh dirinya apalagi kehormatannya. Siti Maryam telah menghijab lebih dulu mata dan hatinya maka bersamaan dengan itu lahirlah sikapnya menutupkan tabir (yang melindunginya) dari laki-laki itu. Sambil menutupkan tabir pembatas itu terlontarlah ucapan isti`adzah dari mulut yang tak henti hentinya berdzikir. Maka berkatalah Maryam ketika itu:


“sesungguhnya aku berlindung  daripadamu kepada  Robb Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertaqwa”. (Q.S. Maryam: 17)


Demikianlah gambaran wanita Islam yang telah menjaga kehormatannya dan kesuciannya. Selanjutnya bila wanita yang seorang tadi sudah tertutup rapi dan menjaga diri kemudian bertemu dengan wanita lain yang keadaannya sama lalu menjadi banyaklah bilangannya (jama`) maka tandanya berubah menjadi taa`maftuhah  atau taa` yang terbuka. Ini memberi arti bahwa pada keadaan ini perjuangan wanita Islam sudah siap untuk maju ke medan namun tetap langkah dan perbuatannya berada di dalam pengwasan walinya.


Kemudian bila wanita itu menikah dan sudah menjadi istri maka Al Qur`an menyebutnya dengan “zaujun” yang berarti ”pasangan”. Kedudukannya sama dengan suami. Keduanya harus ada dalam keserasian dan keharmonisan. Yang satu melindungi dan yang lain mengasihi. Keduanya berada didalam ikatan ‘mawaddah-warohmah’ yang membimbing hidup keluarga itu kearah tanggung jawab yang sama beratnya dan sama murninya. Keduanya menunaikan tugas menurut fitrah yang sudah ditentukan oleh Allah SWT.


“dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,sebagian mereka (adalah)menjadi penolong bagi sebagian yang lain.mereka menyuruh(mengerjakan) yang ma’ruf,mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Alloh dan rasul-Nya.mereka itu akan diberi rahmat oleh Alloh,sesungguhnya Alloh maha perkasa lagi maha bijaksana.”(QS.at-taubah :71)


Jika wanita itu sudah mendapatkan anak, maka wanita itupun berubah lagi sebutannya menjadi “ummun” atau ibu. Kata Ummun itu bertemu dengan kata”Imaamun”dalam satu rumpun. Imam berari pemimpin. Jadi seorang ibu adalah pemimpin didalam rumahnya bila suaminya tidak ada dan bertugas mengatur urusan rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Fungsinya sama dengan Imam di masji-masjid yang memimpin masyarakat setempat. Maka sang ibu memimpin masyarakat rumah tangga untuk mendirikan masyarakat yang lebih luas.

Sehingga kata”ummun” juga bertemu dengan kata “ummat”yang berarti ibu sebagai pembentuk ummat dan ibu juga yang melahirkan/mengadakan ummat. Dari peran yang dimainkannya ini jelas bahwa ibu adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan watak generasi yang akan datang. Suatu generasi akan menjadi baik bila keluar dari kandungan seorang wanita yang baik; wanita yang selalu menjaga kesucian dan kehormatannya dengan selalu berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Islam. Prinsip itulah yang nantinya yang akan mengangkat derajat  seorang wanita kepada kedudukan mulia seperti yang dijelaskan dalam hadist :“syurga adalah dibawah telapak kaki kaum ibu”.


Demikianlah Dien ini telah memutuskan untuk menjadikan Syurga sebagai tujuan semua ummat manusia,”dibawah telapak kaki ibu!” suatu penghargaan dan kemuliaan yang tiada taranya. Maka akan berdosalah sang ibu bila mengabaikan pendidikan anaknya hingga ia tersesat dari jalan-Nya yang lurus.

Kata ummun juga bertemu juga dengan kata amaama yang artinya “didepan”ini berarti bahwa ibu adalah manusia yang berada di garis depan dalam semua keadaan. Seorang ibu akan lebih dahulu merasakan sakit ketika mengandung dan melahirkan. Dia pula yang lebih dahulu cemas ketika  sang anak dalam marabahaya. Pendeknya sang ibu akan  bersedia mengorbankan apa saja demi kepentingan anaknya.


Karena besarnya jasa ibu, Islam meletakkan wanita pada tempat yang mulia. Rosululloh s.a.w  bersabda “berlaku lemah lembutlah terhadap meraka(wanita)”


Dalam hadits yang lain Rosululloh s.a.w  bersabda :

“tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia .dan tidak merendahkan wanita kecuali laki-laki yang hina”.

(by.Ita K)
Share this article :

Posting Komentar

بسم الله الرحمن الرحيم

POSTINGAN TERBARU