Home » » Lahirnya KPK PSII

Lahirnya KPK PSII

Written By Syarikat Islam Indonesia (SMD) on Jumat, 08 Februari 2013 | 17.08

Lahirnya KPK PSII - Ternyata Abikusno, Aruji Kartawinata, Wondo Amiseno, dan kawan-kawannya belum siap mental untuk menghadapi resiko pada pelaksanaan sikap hijrah itu. Semangat hijrahnya yang menggebu-gebu pada beberapa tahun belakangan ini, dengan melaksanakan tindakan tegas kepada setiap penentangnya seperti skorsing yang dijatuhkan kepada H. Agus Salim, Moh. Roem, dan kawan-kawannya dari barisan Penyadar, ternyata kandas, setelah melihat kenyataan betapa sulit dan rumitnya perjalanan ini.
Tekanan dan kecurigaan dari pemerintah Belanda terhadap partai- partai yang berhaluan non-kooperasi yang semakin hari semakin ketat, dan menurunnya kuantitas anggota- anggota PSII yang merosot sangat drastis, akibat pengaruh provikasi dari orang- orang Barisan Penyadar, adalah faktor- faktor yang mendorong Abi Kusno cs berputar haluan, meninggalkan politik hijrah beralih kepada garis parlementer. Pada tahun 1938, Abi Kusno mepelopori terbentuknya GAPI (Gabungan Politik Indonesia), dia berusaha merangkul bekas- bekas musuhnya yang menentang hijrah, di antaranya Mr. Sukiman yang menjadi ketua PII (Partai Islam Indonesia) dan H. Agus Salim dengan Barisan Penyadarnya, untuk masuk bergabung ke dalam GAPI, sebagai suatu federasi partai politik Indonesia, yang tujuannya untuk membentuk parlemen yang benar- benar representatif. Tindakan Abi Kusno ini  sama sekali di luar pengetahuan SM. Kartosuwiryo, yang saat ini menjabat sebagai wakilnya (wakil presiden PSII). Setelah mengetahui akan hal itu, Kartosuwiryo beruasaha menegur Abi Kusno agar menarik kembali langkahnya yang sudah menyimpang dari garis hijrah.

Namun Abi Kusno tidak menanggapinya, bahkan ia membujuk Kartosuwiryo agar mau merubah haluan. Dengan alasan, bahwa hijrah itu adalah salah satu taktik perjuangan saja, bukan prinsip, sehingga bisa berubah menurut tuntutan situasi dan kondisi. Maka untuk situasi semacam sekarang ini, demi menyelamatkan dan mempertahankan partai dari kesulitan dan kebangkrutan, perlu adanya perubahan taktik/siasat, dari hijrah ke parlementer, dari non- kooperatif ke kooperatif. Kartosuwiryo menolak mentah-mentah ajakan ini, karena menurut pendirirannya, bahwa hijrah bukanlah sekedar taktik, melainkan suatu prinsip yang tidak bisa dirubah- rubah dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Perjuangan Islam tanpa hijrah adalah batal, sebab tanpa hijrah akan terjadi percampuran antara hak dan batil dalam satu wadah perjuangan, yang mengakibatkan gugurnya hak(kenbenaran tersebut). 

Karena itu hijrah harus dipertahankan, apapun resiko yang harus dihadapi, menyimpang dari hijrah sama halnya dengan menyimpang dari Islam. Begitu pendirian Kartosuwiryo dalam mempertahankan prinsip perjuangannya, yaitu sikap hijrah, meskipun dia harus menghadapi mayoritas pengurus elite PSII yang berakibat ancaman pemecatan terhadap dirinya dari PSII. Padahal, dalam satu atau dua tahun yang telah lalu, kedua pihak tampak begitu akrab dan mesra, sam- sama berada dalam satu kubu memperthankan politik hijrah. Pada saat Kartosuwiryo mendapat kehormatan dari kongres partai tahun 1936 untuk menguraikan tenteang politik hijrah secara terperinci dalam brosurnya yang terdiri dari dua jilid yang berjudul ”SikapHijarah PSII” pihak Abi Kusno dan kawan- kawannya memberikan dukungan penuh atas usah ini. Bahkan dalam kata pengantar yang ditandatangani Abi Kusno sebagai presiden dan Aruji Kartawinata sebagai sekretaris PSII, pada jilid kedua dia membuat pernyataan bahwa, ”pandangan- pandangan, pendapat- pendapat, dan gagasan- gagasan tentang penafsiran sikap hijrah PSII yang diuraikan dalam brosur ini telah dibicarakan panjang lebar dengan presiden terpilih Dewan Pimpinan Partai dan Komite Eksekutif Partai sebelum dan sesudah(brosur ini) ditulis pengarang”. 

Namun pada saat ini, tegasnya pada tahun 1938, mereka terlibat dalam pertengkaran dan perselisihan pendapat yang cukup sengit, tentang perlu dirubahnya atau tidak politik hijrah ini, mengingat tekanan pemerintah yang semakin ketat. Untuk mengatasi kemelut ini, Abi Kusno telah menggunakan wewenangnya selaku presiden partai, dengan tindakan mengeluarkan Kartosuwiryo dari PSII, karena telah dianggap membangkang terhadap perintah- perintah pucuk pimpinan untuk merubah haluan dan menarik kembali serta menghentikan penyebaran brosur tersebut, yang mengandung fikiran- fikiran yang bersifat anakronisme. 

Keputusan pengeluaran Kartosuwiryo dan beberapa pendukungnya termasuk Kiayi Jusuf  Taojiri dan Kamran Hidayatullah, yang saat itu jadi pemimpin bagian pemuda PSII, diambil Komite Eksekutif Partai pada 30 Januari 1939. Kemudian  disetujui kongres partai pada bulan Januari 1940. tetapi, mereka yang dicabut keanggotaannya menolak keputusan tersebut. Kartosuwiryo berpendiriran bahwa PSII bukanlah lembaga milik pribadi Abi Kusno dan kelompoknya, tetapi lembaga milik Allah, sebagai wadah perjuangan dalam mendzahirkan mulkiyah (struktur kerajaan Allah) di muka bumi ini. Karena itu lembaga ini harus diselamatkan dari penghianatan oknum pimpinannya yang telah menyimpang dari rel sabilillah, garis yang telah ditentukan Allah SWT. Maka atas prakarsa Kartosuwiryo dibentuklah komite tantangan, Komite Pertahanan Kebenaran PSII (KPK PSII). Karena dimaksudkan untuk bergerak di dalam PSII, komite ini mengabaikan resolusi pemecatan. Ketika ini ternyata tidak mungkin dilakukan maka pada rapat umum komite di Malangbong pada tanggal 24 Maret 1940 diputuskan untuk membentuk parati yang bebas, sebagai upaya penyelamatan politik hijrah, yang merupakan amanah Allah, amanah Rasulullah dan amanah ummat yang telah diputuskan dalam kongres- kongres partai pada tahun- tahun yang silam.
Paratai yang baru ini, yang juga biasa disebut PSII kedua, dimana Kartosuwiryo diangkat sebagai ketuanya, diharapkan bisa berkembang menjadi PSII yang sebenarnya untuk mempertahankan dan merealisasikan nilai- nilai dan tujuan Islami yang menjadi cir khas yang telah dipancangkan pendirinya, HOS. Cokroaminoto terutama dimaksudkan untuk merealisasikan politik hijrah lebih konkrit lagi, sebagaimana yang telah diputuskan kongres partai di Surabaya pada tahun 1937. oleh karena PSII Abi Kusno Cokrosuyoso sudah tidak bisa diharapkan untuk mengemban tugas suci ini, sebab mereka terdiri dari penghianat- penghianat yang telah menghianati perjuangan Islam yang sesungguhnya, dan menodai nilai- nilai Islam yang telah disepakati sebelumnya. Dengan demikian mereka tidak lagi berhak memakai nama PSII, sebab telah bergeser dari rel Islam. Hal ini nampak lebih jelas tatkala Abi Kusno memidahkan corak perjuangannya dari Islam ke corak nasional seperti terlihat dalam GAPI, sudah tidak ada identitas Islamnya lagi.
Upaya SM. Kartosuwiryo ini rupanya mendapat dukungan yang cukup besar dari masyarakat yang masih konsekuen dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan yang cukup pesat, dari dua cabang saja pada saat didirikannya KPK PSII telah meningkat menjadi 21 cabang pada bulan Maret tahu 1940. bahkan boleh dikatakan dimana cabang PSII Abi Kusno, disitu akan berdiri pula cabang PSII kedua yang tetap konsekuen dengan politik hijrah.
Share this article :

+ komentar + 3 komentar

9 Februari 2013 pukul 10.00

Cik komentarna urang tes heula hhe...

19 Februari 2013 pukul 14.29

siip.........mudah2an banyak yg membaca dan di bukakan mata hati dan pikirannya..
dan tentunya tau ke arah mana harus melangkah..jgn sampai penghianat2 yg menjadi tuntunan...

8 April 2017 pukul 23.38

TIDAK SEMUA PEMIMPIN SEKARANG YANG MEMIKIR KAN NASIP NEGARA INI MSH BANYAK YANG MEMENTINGKAN GOLONGAN AJA....

Posting Komentar

بسم الله الرحمن الرحيم

POSTINGAN TERBARU