Home » , » Nasionalisme Indonesia : Dinamika Peran Sarikat Islam 1905

Nasionalisme Indonesia : Dinamika Peran Sarikat Islam 1905

Written By Syarikat Islam Indonesia (SMD) on Jumat, 17 Mei 2013 | 12.06

Perlawanan terhadap imperialisme/ kolonialisme Hindia Belanda/VOC yang bersifat semesta  dengan  melibatkan berbagai lintas-etnis dan wilayah di Nusantara  disebut sebagai perjuangan pergerakan nasional. Sebelumnya, perlawanan tersebut dilakukan oleh entitas kedaulatan etnis-etnis tertentu  melalui  kesultanan-kesultanan yang tersebar di Nusantara. Pergerakan semesta  ini berlangsung sejak tahun 1900-an.

Ajaran Islam telah mengambil peran menentukan dalam embiro sejarah perlawanan di Nusantara. Menurut istilah Mohammad Natsir sebagai ‘perintis jalan.’ Sejarah mencatat, pada awalnya, perlawanan-perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing (Spanyol, Portugis, Belanda/VOC) dilancarkan oleh kesultanan Islam. Begitupun organisasi pergerakan rakyat yang pertama lahir dengan wawasan ke-Indonesia-an adalah Sarikat Dagang Islam yang lahir 16 Oktober 1905. Sarikat Dagang Islam diubah menjadi Sarikat Islam tahun 1912, Sarikat Islam (SI) merupakan satu-satunya organisasi pelopor pada waktu itu, yang memadukan tujuan keindonesiaan dan cita-cita keislaman. Bahkan,  kalangan non-Muslim seperti F.E. Douwes Dekker turut membantu Sarikat Islam yang bersifat kerakyatan. Sarikat Islam mengalami metamorfosa menjadi gerakan politik anti penjajahan, bernama Partai Syarikat Islam (PSI, 1923).

Seperti pernyataan Mohammad Natsir bahwa, “Pergerakan Islamlah yang lebih dahulu membuka jalan medan politik kemerdekaan di tanah air ini, yang mula-mula menanam bibit persatuan Indonesia, yang menyingkirkan sifat kepulauan dan keprovinsian, yang mula-mula menanam persaudaraan dengan kaum yang senasib di luar batas Indonesia, dengan tali keislaman.”

Istilah nasional,pertama kalinya  digunakan/dimasyarakatkan oleh Central Sarikat Islam (CSI) melalui kongres nasional pertamanya dengan sebutan Kongres Nasional (Nationaal Congress) di Bandung 17 – 24 Juni 1916. Kongres ini merupakan kongres ketiga SI. Kongres pertamanya dilaksanakan di Surabaya 26 Januari 1913, kongres keduanya dilaksanakan di Solo. Kongres ketiganya dinamai Kongres Nasional. Pada kongres tersebut dihadiri oleh utusan 80 SI Daerah untuk mewakili anggota yang berjumlah 360 ribu. Jumlah seluruh anggota SI pada waktu itu sudah mencapai 800 ribu orang (Pringgodigdo, 1980: 6). Adapun istilah “Indonesia” lebih awal dipopulerkan oleh Dr. Soekiman Wirjosandjojo,Pimpinan  Partai Sjarikat Islam Indonesia (PSII). Beliaulah yang memelopori perubahan nama  Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia pada 1925 di Belanda. Kemudian Majalah Hindia Poetera diubahnya menjadi Indonesia Merdeka

Sedangkan, sebagai pelopor kemerdekaan bangsa adalah HOS Cokroaminoto yang  telah memimpin SI dan menyelenggarakan Kongres Nasional pertamanya pada tahun 1916. Dalam kongres itu,  HOS Cokroaminoto sudah memelopori tuntutan Indonesia merdeka atau pemerintah sendiri (zelf bestuur).Nomor wahid , sebagai penggagas pertama KEMERDEKAAN INDONESIA ­–pada awal abad 19-, dari penjajahan Belanda (kolonialis Eropa), adalah Syarekat Islam. HOS Tjokroaminoto mencitakan negara yang merdeka (zelf Bestur) yang bersendikan kepada Agama Islam.

Dalam kongres-kongres Sarikat Islam nampak semangat dan jiwa merdeka yang sangat kental:

Pada tanggal 26 Januari 1913, diadakan Kongres I Sarekat Islam di Surabaya. Ribuan orang datang berbondong-bondong, jalan-jalan menuju Taman Kota di mana kongres diselenggarakan penuh sesak oleh orang.  Kongres tersebut dipimpin oleh Tjokroaminoto dan pada kongres itu beliau menyatakan bahwa Sarekat Islam bertujuan: “…Membangun kebangsaan, mencari hak-hak kemanusiaan yang memang sudah tercetak oleh Allah, menjunjung derajat yang masih rendah, memperbaiki nasib yang masih jelek dengan jalan mencari tambahan kekayaan"

Pernyataan Tjokroaminoto adalah bahasa lain daripada upaya untuk melepaskan diri dari PENJAJAHAN BELANDA yang menginjak KEBANGSAAN, memperkosa hak-hak KEMANUSIAAN, Merendahkan DERAJAT DAN MARTABAT BANGSA.

Pada Kongres nasional pertama SI di Bandung TJOKROAMINOTO menyatakan ideal hubungan Indonesia dengan Belanda sebagai berikut: Tidaklah layak Hindia –Belanda diperintah oleh Holand, Zoals een landheer zijn percelen beheert (sebagai tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya). Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang diberikan makanan hanya disebabkan oleh susunya. Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang datang dengan maksud mengambil hasilnya.  Keadaan yang sekarang yaitu negri kita diperintah oleh suatu Staten-General yang begitu jauh tempatnya nun di sana…dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggung jawabkan bahwa penduduknya terutama penduduk pribumi, tidak mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut nasibnya sendiri….Tidak bisa lagi terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang dan peraturan untuk kita tanpa partisipasi kita, mengatur hidup kita tanpa kita”.

Nampak jelas perjuangan SI untuk membangkitkan semangat MERDEKA, dan bangkit berdiri sendiri tanpa TERJAJAH BELANDA. Sekaligus bukti sebagai pelopor kesadaran politik bangsa Indonesia.

Kongres Nasional ke II diselenggarakan di Jakarta melahirkan Program asas dan program Tandzim. Keterangan Asas (Pokok) mengemukakan kepercayaan Centraal Sarekat Islam bahwa: “Agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia…dan bahwasannya itulah sebaik-baiknya agama buat mendidik budi pekertinya rakyat…Partai juga memandang agama sebagai sebaik-baiknya daya upaya yang boleh dipergunakan agar jalannya budi akal masing-masing orang itu ada bersama-sama budi pekerti….dan memperjuangkan agar tambah pengaruhnya segala rakyat dan golongan rakyat…di atas jalannya pemerintahan dan kuasanya pemerintah yang perlu akhirnya akan boleh mendapat kasa pemerintah sendiri (Zelf bestuur).

Semakin jelas perjuangan SI, pada kongres nasional kedua di Batavia ini adalah cita cita Zelf bestuur (pemerintahan sendiri) dengan mengambil dasar Islam sebagai agama mayoritas bangsa indonesia. Lihat juga Program-Asas (Beginsel-program) dan Program-Pekerjaannya (Program van Actie) Syarikat Islam dalam Tafsir Asas dan Proghram Tandzim PSII

Maksud Pergerakan S.I : akan menjalankan Islam dengan seluas-luas dan sepenuh-penuhnya, supaya kita mendapat suatu Dunia Islam yang sejati dan bias menurut kehidupan Muslim yang sesungguh-sungguhnya

Pada tahun 1923, SI mengadakan kongres yang ketujuh di Madiun. Memutuskan untuk mengganti CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Setelah berganti nama menjadi PSI, perkumpulan ini kegiatannya sebagai berikut.
a.       Menjalin hubungan dengan gerakan Islam di luar negeri yang disebut Pan Islamisme. Ide ini dikemukakan oleh H. Agus Salim.
b.    PSI bersama Muhammadiyah mendirikan badan All Islam Congress di Garut pada 21 Mei  1924 dan karena Volksraad dianggap tidak menguntungkan, maka PSI menjalankan politik non koperasi.

Pada tahun 1927 organisasi ini mengubah haluannya menjadi mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan Agama Islam. PSI meningkat menjadi gerakan kebangsaan pada tahun 1927. Pada saat itu, PSI mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu terjadi karena masuknya 
Dr. Soekiman Wirjosandjojo, dalam PSII. Namun, masuknya beliau menimbulkan perpecahan di tubuh PSII. Golongan Tjokroaminoto dan H. Agus Salim (golongan tua) tidak setuju dengan cara-cara Dr. Soekiman, yang berakhir dengan pemecatannya.  Ia  kemudian mendirikan partai baru yaitu Partai Islam Indonesia (PII). Namun ternyata akibatnya sangat buruk. Maka tak ada cara lain kecuali PSII mencabut pemecatannya. Akan tetapi ternyata tidak bertahan lama. Akhirnya Dr. Soekiman keluar lagi dari PSII. Perpecahan dalam tubuh PSII terus berlanjut dengan keluarnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Akhirnya, PSII terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu aliran Kartosoewirjo, aliran Abikoesno, dan aliran Soekiman. Hal itu mengakibatkan kerugian pada pergerakan Islam sendiri, yaitu kedudukannya sebagai partai besar mengalami kemunduran.

Pada zaman penjajahan facicme Jepang (tahun 1942) seluruh kegiatan politik PSII dinyatakan uzur karena tekanan yang kuat dan pelarangan semua kegiatan politik oleh Jepang.

Pernyataan uzur dalam PSII tidaklah berarti PSII membubarkan diri atau bubar, akan tetapi menghentikan sementara kegiatannya karena adanya suatu hal luar biasa yang tidak memungkinkan dilaksanakannya kegiatan organisasi partai secara formil, kemudian jika keadaan telah memungkinkan maka PSII akan menjalankan kembali aktivitasnya sebagai partai politik.


Hal ini dinyatakan dalan Anggaran Dasar PSII, bahwa: “Sekalian anggota Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) haruslah berkeyakinan dan beri’tiqad, bahwa Partai itu tidak dapat bubar atau dibubarkan. Adapun kalau sekiranya ada udzur baginya, hendaklah dikembalikan kepada firman Allah dalam Al Qur’an surat At Taghabun ayat 16: “Fattaqullaha mastatha’tum”, (Takutlah kamu sekalian kepada Allah dengan sekuat kuatmu).

Akan tetapi, meskipun PSII dalam keadaan uzur, para pemimpin dan kader PSII tetap melakukan berbagai kegiatan baik secara diam diam dibawah tanah maupun kegiatan formil dalam pemerintahan Jepang. Mereka telah turut berperan mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu gerbang Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, dibentuklah Majelis Syura Muslimin Indnesia sebagai Majelis Permusyawatan Para Ulama Indonesia dan kolompok/organisasi Islam yang ada pada waktu itu dan bukan sebagai partai politik. Idenya sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) yang didirikan tahun 1937 di Surabaya. Para tokoh Syarikat Islam secara perorangan (bukan mewakili PSII karena PSII masih dalam keadaan uzur) turut serta membentuk Masyumi sebagai lembaga musyawarah ummat Islam Indonesia. 

Kemudian setelah keluar pengumuman pemerintah pada awal kemerdekaan agar masyarakat membentuk partai-partai politik, yang dimaksudkan untuk menunjukan kepada dunia luar bahwa kemerdekan Indonesia yang telah diproklamasikan itu didukung dan ditopang oleh kekuatan partai partai politik bangsa Indonesia, maka organisasi Majelis Syura Muslimin Indonesia menjadi partai Politik Islam Masyumi.

Terbentuknya Partai Politik Islam Masyumi merupakan suatu kesalahan karena Masyumi,sesungguhnya didirikan sebagai Majelis Permusyawatan Para Ulama Indonesia dan kolompok / organisasi Islam yang ada pada waktu itu untuk tujuan mendirikan majelis imamah dan bukan untuk menjadi partai politik. Semula, sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) yang didirikan tahun 1937 di Surabaya untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan paham dikalangana ummat islam.

Hal ini adalah merupakan suatu kealpaan dan kelengahan tokoh PSII yang tidak menyadari bahwa PSII sedang dalam keadaan uzur (tidak bubar)


Para tokoh PSII seharusnya mendeklarasikan lebih dahulu aktifnya kembali PSII sebagai partai politik Islam dan mengajak para pemimpin Islam itu menggunakan PSII sebagai satu-satunya partai politik Islam dan mencegah berdirinya Masyumi sebagai partai politik Islam karena tindakan tersebut dapat diibaratkan mendirikan sebuah mesjid baru disamping mesjid yang sudah ada dalam sebuah lingkungan. Hukumnya adalah membuat firkah yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah dalam Al Quran surat Ali Imran (103).

Setelah terlanjur berdirinya partai politik Islam Masyumi,yang didalamnya terdapat para pemimpin dan tokoh-tokoh PSII, maka para tokoh PSII dari Sumatera Barat (Sumatera Tengah pada waktu itu) menyampaikan peringatan kepada para tokoh PSII yang ada dalam Masyumi, bahwa PSII yang sedang uzur harus diaktifkan kembali sebagai partai politik Islam. Maka sebagian besar tokoh PSII yang menyadari dan taat sebagai kader yang telah mengucapkan bai’at sebagai anggota PSII, kembali mengaktifkan PSII pada tahun 1947 di Yogyakarta sebagai partai politik dan keluar dari Masyumi.

Kejadian tersebut menimbulkan salah paham dan friksi yang pertama dari sebagian pemimpin Islam yang ada di Masyumi kepada para tokoh dan kaum PSII yang mengaktifkan kembali PSII, yang dipandang sebagai telah keluar dan tidak taat dalam persatuan Islam dengan mendirikan PSII itu, pada hal keadaannya adalah karena taat kepada azas partai tentang uzur dan taat kepada bai’at yang tercantum dalam anggaran dasar PSII. Kondisi kesalah pahaman ini berkembang dan berlanjut hingga saat ini tanpa pernah adanya klarifikasi serta pemecahan masalah tentang pemahaman arti persatuan dalam ummat Islam dibidang politik.

bersambung ke bag II.....
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

24 September 2013 pukul 00.43

Jelas bahwa pada Tahun 1905 yang ada adalah Sjarekat Dagang Islamiyah, tidak ada SII atau PSII 1905... dan sejarah sudah di putar balikan oleh penulis

Posting Komentar

بسم الله الرحمن الرحيم

POSTINGAN TERBARU