Home » » BUKAN SELINGKUH, TAPI………….!!

BUKAN SELINGKUH, TAPI………….!!

Written By Syarikat Islam Indonesia (SMD) on Rabu, 27 Februari 2013 | 18.41

Jangan kau tuduh aku
Tuduh aku selingkuh
Sadarkah ucapanmu adalah doamu
Jangan kau tuduh aku
Tuduh aku selingkuh
Sadarkah tuduhanmu
Akhirnya yang ajariku ‘tuk selingkuh
Jangan kau tuduh aku
Tuduh aku selingkuh
Sadarkah ucapanmu adalah doamu
Dan jangan kau tuduh aku
Tuduh aku selingkuh
Akhirnya yang ajariku ‘tuk selingkuh

Reff:

Makanya kamu jangan sembarangan berkata
Karena setiap kata adalah doa
Inilah akibatnya kau sering menuduhku
Inilah akibatnya kamu memojokkanku
Akhirnya aku selingkuh
Makanya kamu jangan sembarangan berkata
Karena setiap kata adalah doa
Inilah akibatnya kau sering menuduhku
Inilah akibatnya kamu memojokkanku
Inilah akibatnya kau sering menuduhku
Inilah akibatnya kamu memojokkanku
Akhirnya aku selingkuh

Lirik Lagu Wali Band “Jangan Tuduh Aku”

Walau tidak mutlak sya’ir di atas ada benarnya pula, kecenderungan psikologis orang kalau terus di tuduh atau di pojokkan “mungkin” akan berbuat juga, missal seorag suami yang terus menerus di tuduh melakukan perselingkuhan bahkan cenderung di pojokkan, bisa saja dia berfikir akan melakukannya juga, hal itu “wajar” bagi sebagian orang. Lah…kan gua udah lu tuduh apa boleh buat…!!!

PERSELINGKUHAN dalam wujud dan motif apapun dalam Agama Islam sangat di larang, di benci bahkan di haramkan, sudah barang tentu karena banyak madarat yang di timbulkan oleh perbuatan itu.

PERSELINGKUHAN tidak selalu berwujud zina alias mesum. Dalam perjalanan bangsa kita Indonesia tercinta banyak sekali kita jumpai perselingkuhan dalam bentuk dan model yang berbeda-beda, perselingkuhan Idiologi Islam, Komunis dan Nasionalis melahirkan anak haram yang berbentuk idiologi NASAKOM ala Soekarno. Yang terbukti tidak mampu membenahi rumah Indonesia ini.

PERSELINGKUHAN tidak selalu berwujud zina alias mesum. Tetapi, bisa juga berujud memanfaatkan kekuasaan dan kedudukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Perselingkuhan semacam ini, terjadi hampir di segala bidang. Banyak pejabat negara yang menjadi komisaris utama di berbagai perusahaan. Akibatnya, geliat binis dan ekonomi nasional dilakukan tanpa mengikuti kaidah semestinya, dan cenderung potong kompas, dengan menggunakan pisau kekuasaan yang melekat pada diri pejabat yang dijadikan beking dengan sebutan pendiri dan komisaris (pemegang saham).

Berubahnya konstelasi politik dan ekonomi pasca-Soeharto membuat kekuasaan tersebar serta pengaruh politiknya terbatas. Akibatnya, upaya untuk mendapatkan kemudahan dan proteksi politik dalam berbisnis makin rumit dan berbiaya tinggi. Semakin banyak kelompok politik yang harus didekati dan disuap, sehingga biaya transaksi malah melampaui keuntungan dari rente.

Corporate state merupakan negara yang penguasanya berkolaborasi dengan para pengusaha, baik dari dalam maupun luar negeri, atau penguasa sekaligus pengusaha. Dimana-mana terjadi kapitalisasi pendidikan, privatisasi sumberdaya alam, BUMN dijual, kapitalisasi layanan publik dan kapitalisasi politik. Negara menjadi instrumen kepentingan bisnis dan mengabdi kepada pemilik modal yang sebagian besar merupakan perusahaan asing dari negara besar seperti AS. Penguasa menjadi pelayan bagi kepentingan asing sembari mereguk manfaat bagi dirinya dan kelompoknya.

Perselingkuhan pejabat dan pengusaha sudah terbukti merugikan rakyat, merugikan perekonomian nasional, namun hal itu masih saja berlangsung hingga kini. Padahal, bila geliat usaha hasil perselingkuhan itu mengalami musibah, maka muncul ketidak-adilan dan diskriminasi.

Apabila penguasa berselingkuh dengan pengusaha, akan melahirkan Fir’aunisme diktator. Jika pengusaha menjilat penguasa, niscaya Qarunisme serakah akan merajalela. Keduanya, sosok tercela dalam membangun negara yang adil dan sejahtera. Akibatnya, rakyat menderita, kesengsaraan kian merata.

Fenomena yang berkembang di masyarakat dewasa ini ada istilah yang lazim di ungkapkan oleh sebagian orang bahwa ‘selingkuh itu indah’. Setelah kita teliti hal itu hanya ada pada perselingkuhan antara sastra dan budaya, jika memang hubungan keduanya itu di anggap perselingkuhan. Buktinya ragam ekspresi sastra di Indonesia bisa di maknai sebagai sebuah politik identitas pendakuan diri, perihal ‘kelas’ dan jati diri.

Syariah pun menjadi Solusi.

“maka nikahilah wanita-wanita kamu senangi: dua, tiga atau empat”. QS An-Nisa (4): 3.
Solusi dari semua permasalahan perselingkuhan itu adalah Syari’at. Penggalan ayat di atas merupakan intruksi dari Alloh SWT, apabila kita saggup untuk berbuat adil kita di perbolehkan untuk menikahi wanita lebih dari satu dan jangan melebihi empat, yang konon katanya di akhir jaman ini perbandingannya adalah satu berbanding 73, tentu dalam hal ini visi dan misi dari pernikahan yaitu membangun Bahtera rumah Nuh tidak pula di lupakan… !!!
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

28 Februari 2013 pukul 16.09

wae-wae aya akh.
ekh aya-aya wae . . .

Posting Komentar

بسم الله الرحمن الرحيم

POSTINGAN TERBARU