Setelah 28 tahun hijrah ke Bandung, penulis akhirnya bertemu kembali dengan guru agama sekaligus tokoh yang mengajarkan politik sesuai tauhid-Nya. Namanya H. M. Mufti, bedanya, kini Mufti sudah menjadi Persiden. Ya, Persiden Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PPSI) Indonesia.
Petemuan itu berlangsung di acara Diseminasi Gerakan Emas Syarikat Islam (Gemasi) untuk Bangsa, yang di gelar Majelis Pendidikan Syarikat Islam (MPSI) Jabar di Gedung Pusdiklat, Cikeruh-Sayang Kab. Sumedang, Minggu (12/1). Karena hadir tokoh Sepuh SI seperti Dr. H Didi Supriyadi, Drs. H Sudana Miharja, H Dede Alwi, Uan Lukmanul Hakim, Nunu A. Hamijaya, dan generasi muda SI Indonesia lainnya, maka suasana pun mirip reuni. Lho, apa kaitanya dengan topik "Ateisnya Koruptor"
Begini ceritanya, SI Indonesia kini merupakan Ormas Islam. Sebelumnya bernama Partai Syarikat Islam Inonesia (PSII)-1905, dan sempat ikut ajang pemilu di masa Orde Reformasi, PSII-1905 ini berbeda dengan PSII yang gabung dengan PPP. SI adalah organisasi yang giat memberantas ateisme dan kemusyrikan. Politiknya,politik anti-ateisme atau kemusyrikan. Prinsipnya, "Sebersih-bersih tauhid, setinggi-tinggi ilmu, dan sepandai-pandai siyasah". Itu pula yang mendorong penulis menjadikan Sepmi-anak kandung SI-sebagai organisai kedua tempat aktif, setelah Pelajaran Islam Indonesia (PII) pada tahun 1980-an. Atmosfer tersebutlah yang menstimulus penulis ikut mendirikan Sepmi Jakarta Timur pada medio tahun 1981.
Dikedua organisasi itu -PII dan Sepmi- banyak dikaji bahayanya perbuatan musyrik dan ateisme. Salah satu buku yang kerap didiskusikan berjudul Catatan Ahmad Wahib, yang cukup kuat pengajarannya terhadap ateisme. Kewaspadaan terhadap ateisme dan kemusyrikan itu terus berlangsung hingga kini. Bedanya, roh kewaspadaan penulis sekarang diiringi gairah ber-tabayun dan belajar.
Kesimpulan penelitian penulis, ternyata perilaku musyrik itu cukup banyak sebagaimana banyaknya perilaku ateis. Contohnya, melarung sesajen kelaut walaupun dengan dalih memberi makan ikan, bersemedi mencari kekayaan, menggunakan jimat, susuk, dan dll. Yang menarik, soal ateisme, ternyata tidak hanya hinggap di anak-anak muda berstigma "kiri", tapi juga pada tokoh agama, baik yang berjenggot atau tidak. Ya, Korupsi itu manifestasi ketidak percayaan orang pada keberadaan Tuhannya. Koruptor terbukti meniadakan pengawasan Tuhannya, Alloh SWT.
Sumbah jabatan-sambil menyebut "Wallaahi atau demi Alloh"- itu cendrung hanya basa-basi. "Koruptor adalah ateis, karena dia sudah tidak percaya eksistensi Tuhan. Dia merasa perbuatan korupsinya tidak diawasi Alloh SWT.", kata Kadisdik Jabar, Porf. Dr. Wahyudin Zarkasy di depan keluarga besar SI Indonesia, Sabtu (12/1). Benarlah fatwa PB Nahdlatul Ulama (NU) yang haram menyalatkan jenazah koruptor dan perlunya menghukum mati. Kalau begitu, manakah lebih berbahaya antara Pemimpin Muslim yang terbukti musyrik malarung sesajen ktengah laut dengan dalih memberi makan ikan, Muslim yang ateis korupsi atau Muslim berdekatan dengan orang yang mau tobat dari sikap "kiri"-nya? (Achmad Setiyaji/"PR")***
Sumber koran harian PR edisi sabtu/19 jan '03
Sumber koran harian PR edisi sabtu/19 jan '03
Posting Komentar
بسم الله الرحمن الرحيم